Jumat, 23 Oktober 2015

Sistem Sensori Persepsi dalam kasus “Otitis media akut”



Sistem Sensori Persepsi

     Persepsi (dari bahasa Latin perceptio, percipio) adalah tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna memeberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan. Persepsi meliputi semua sinyal dalam sistem saraf, yang merupakan hasil dari stimulasi fisik atau kimia dari organ pengindra. Seperti misalnya penglihatan yang merupakan cahaya yang mengenai retina pada mata, pencium yang memakai media molekul bau (aroma), dan pendengaran yang melibatkan gelombang suara. Persepsi bukanlah penerimaan isyarat secara pasif, tetapi dibentuk oleh pembelajaran, ingatan, harapan, dan perhatian. Persepsi bergantung pada fungsi kompleks sistem saraf, tetapi tampak tidak ada karena terjadi di luar kesadaraan.

Pengertian Otitis media

     Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastois, dan sel-sel mastoid.
Pengertian Otitis media Akut

     Otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba.  Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara alamiah teradapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh ezim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba Eustachius. Otitis media akut ini terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi, sumbatan atau peradangan pada tuba  Eustachius merupakan faktor utama terjadinya otitis media. Pada anak-anak semakin seringnya terserang infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis media akut juga semakin sering.
Beberapa bakteri tersering penyebab otitis media akut adalah bakteri-bakteri saluran pernafasan bagian atas seperti streptokokus, stafilokokus dan hemofilus influenza.

Tinjauan Pustaka

Definisi

     Otitis media akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam waktu yang singkat. Otitis media (OM) ini merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia dengan angka kejadian yang bervariasi pada tiap-tiap negara.1 Senturia et al., (1980) membagi otitis media berdasarkan durasi penyakit atas akut (< 3minggu), subakut (3-12 minggu) dan kronis (>12 minggu).
Bakteri yang sering dijumpai pada OMA dapat diidentifikasi dengan jelas dari banyak penelitian yang telah dilakukan. Streptokokus pneumoni, Hemofilus influenza dan Moraksela kataralis merupakan mikroorganisme utama.

    Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau tiba-tiba.  Telinga tengah adalah daerah steril yang dibatasi dengan dunia luar oleh membrane timpani dan menghubungkan suara dengan alat pendengaran di telinga dalam. Selain itu di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan bagian atas.
Patogenesis

     Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada  dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi  tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada  anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.

    Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga  tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi dalam 5 stadium:
  • Stadium Oklusi Tuba Eustachius
   Tanda adanya oklusi tuba ialah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
  • Stadium Hiperemis
   Pada stadium hiperemis tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
  • Stadium Supuratif
  Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
    Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukoosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan incisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.
  • Stadium Perforasi
     Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman yang tinggi maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tidur nyenyak.
  • Stadium Resolusi
      Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan keadaan membran timpani akan membaik. Bila sudah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.

Gejala Klinik OMA

      Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien. Pada usia anak – anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran dan telinga terasa nyeri. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit pada waktu tidur dan memegang telinganya. Bila terdapat ruptur membran timpani makan sekret mengalir ke liang telinga, suhu badan turun dan anak tertidur tenang.

Penatalaksanaan

     Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi pengobatan terutama untuk membuka kembali tuba Eustachius , sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk itu diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun atau orang dewasa. Selain itu sumber infeksi harus diobati. Antibiotik diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.

      Terapi pada stadium hiperemis adalah antibiotik, obat tetes hidung dan analgetika. Antibiotik yang dianjurkan adalah golongan penicillin atau ampicillin.

      Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotik, idealnya disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.

      Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

       Pada stadium resolusi maka membran timpani berangsur-angsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.

       Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).

Komplikasi
      Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses sub periosteal sampai komplikasi yang berat, meningitis dan abses otak. Namun sekarang setelah ada antibiotik, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK.


Daftar Pustaka
 
1. Askaroellah, Aboet. 2006. Terapi Pada Otitis Media Supuratif Akut. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39. No. 3. September 2006
2. Astuti, Sari Dwi. 2010. Terapi Otitis Media Akut Stadium Supuratif Dengan Miringotomi. Available from : http://www.fkumyecase.net/ (Accessed March, 21th 2011)
3. Askaroellah, Aboet. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun. Available from : http://www.usu.ac.id/ (Accessed at March, 17th 2011)
4. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Ke-enam. Jakarta: FKUI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar