Sistem Sensori Persepsi
Persepsi (dari bahasa Latin perceptio, percipio) adalah
tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna
memeberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan. Persepsi meliputi semua
sinyal dalam sistem saraf, yang merupakan hasil dari stimulasi fisik atau kimia
dari organ pengindra. Seperti misalnya penglihatan yang merupakan cahaya yang
mengenai retina pada mata, pencium yang memakai media molekul bau (aroma), dan
pendengaran yang melibatkan gelombang suara. Persepsi
bukanlah penerimaan isyarat secara pasif, tetapi dibentuk oleh pembelajaran,
ingatan, harapan, dan perhatian. Persepsi bergantung pada fungsi kompleks sistem
saraf, tetapi tampak tidak ada karena terjadi di luar kesadaraan.
Pengertian
Otitis media
Otitis media
adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius,
antrum mastois, dan sel-sel mastoid.
Pengertian
Otitis media Akut
Otitis media
akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau
tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang
biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat infeksi
bakteri pada nasofariong dan faring, secara alamiah teradapat mekanisme
pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh ezim pelindung dan
bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba Eustachius. Otitis media akut ini
terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi, sumbatan atau
peradangan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama terjadinya otitis
media. Pada anak-anak semakin seringnya terserang infeksi saluran pernafasan
atas, kemungkinan terjadi otitis media akut juga semakin sering.
Beberapa
bakteri tersering penyebab otitis media akut adalah bakteri-bakteri saluran
pernafasan bagian atas seperti streptokokus, stafilokokus dan hemofilus
influenza.
Tinjauan
Pustaka
Definisi
Otitis media
akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah dalam waktu yang singkat. Otitis
media (OM) ini merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di seluruh
dunia dengan angka kejadian yang bervariasi pada tiap-tiap negara.1 Senturia et
al., (1980) membagi otitis media berdasarkan durasi penyakit atas akut (<
3minggu), subakut (3-12 minggu) dan kronis (>12 minggu).
Bakteri yang
sering dijumpai pada OMA dapat diidentifikasi dengan jelas dari banyak
penelitian yang telah dilakukan. Streptokokus pneumoni, Hemofilus influenza dan
Moraksela kataralis merupakan mikroorganisme utama.
Otitis media
sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan
atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Otitis
media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut atau
tiba-tiba. Telinga tengah adalah daerah steril yang dibatasi dengan dunia
luar oleh membrane timpani dan menghubungkan suara dengan alat pendengaran di
telinga dalam. Selain itu di daerah ini terdapat saluran Eustachius yang
menghubungkan telinga tengah dengan rongga hidung belakang dan tenggorokan
bagian atas.
Patogenesis
Banyak
penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa
adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga
di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani),
merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media,
OM). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan
tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi
untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar
(tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek,
penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan
mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah
menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada
dewasa.
Pada anak
dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui
tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi
dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah.
Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun
infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti
keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah
permeabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah.
Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang
dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah. Mukosa telinga
tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel
skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan
banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini
mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan
tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.
Perubahan
mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi dalam 5 stadium:
- Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya
oklusi tuba ialah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan
negatif di dalam telinga tengah, akibat absorbsi udara. Kadang-kadang membran
timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi,
tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
- Stadium Hiperemis
Pada stadium
hiperemis tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
- Stadium Supuratif
Edema yang
hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani
menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan
ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di
telinga bertambah hebat.
Apabila
tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat
tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil
dan nekrosis mukoosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat
sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan
terjadi ruptur.
Bila tidak
dilakukan incisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini maka kemungkinan
besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.
- Stadium Perforasi
Karena
beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman
yang tinggi maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir
dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang
menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tidur nyenyak.
- Stadium Resolusi
Bila membran
timpani tetap utuh maka perlahan-lahan keadaan membran timpani akan membaik.
Bila sudah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering.
Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah maka resolusi dapat
terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi
menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.
Gejala Klinik
OMA
Gejala yang
timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien. Pada usia anak –
anak umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada
riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya. Pada remaja atau orang
dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran dan telinga terasa
nyeri. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat
sampai 39,5⁰C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur,
tiba-tiba anak menjerit pada waktu tidur dan memegang telinganya. Bila terdapat
ruptur membran timpani makan sekret mengalir ke liang telinga, suhu badan turun
dan anak tertidur tenang.
Penatalaksanaan
Pengobatan OMA
tergantung pada stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi pengobatan terutama
untuk membuka kembali tuba Eustachius , sehingga tekanan negatif di telinga
tengah hilang. Untuk itu diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam
larutan fisiologik (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1 % dalam larutan
fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun atau orang dewasa. Selain itu
sumber infeksi harus diobati. Antibiotik diberikan apabila penyebab penyakit
adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.
Terapi pada
stadium hiperemis adalah antibiotik, obat tetes hidung dan analgetika.
Antibiotik yang dianjurkan adalah golongan penicillin atau ampicillin.
Pada stadium
supurasi selain diberikan antibiotik, idealnya disertai dengan miringotomi,
bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih
cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.
Pada stadium
perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret
keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan diberikan obat cuci telinga H2O2
3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang
dan perforasi menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
Pada stadium
resolusi maka membran timpani berangsur-angsur normal kembali, sekret tidak ada
lagi dan perforasi membran timpani menutup.
Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).
Komplikasi
Sebelum ada
antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses sub periosteal sampai
komplikasi yang berat, meningitis dan abses otak. Namun sekarang setelah ada
antibiotik, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi
dari OMSK.
Daftar Pustaka
1.
Askaroellah, Aboet. 2006. Terapi Pada Otitis Media Supuratif Akut. Majalah
Kedokteran Nusantara Volume 39. No. 3. September 2006
2. Astuti,
Sari Dwi. 2010. Terapi Otitis Media Akut Stadium Supuratif Dengan Miringotomi.
Available from : http://www.fkumyecase.net/ (Accessed March, 21th 2011)
3.
Askaroellah, Aboet. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun. Available from : http://www.usu.ac.id/ (Accessed at
March, 17th 2011)
4. Soepardi,
Efiaty Arsyad, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher Edisi Ke-enam. Jakarta: FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar