Sistem Neurobehavior I
Neurobehavior
adalah hubungan antara fungsi otak dengan perilaku dan proses berpikir manusia.
Neurobehavior terkait dengan pola perilaku hidup seseorang yang berhubungan
dengan sistem neural (sistem saraf) seperti pola tidur, mood atau suasana hati,
stress, nafsu makan dan kesadaran diri. Fungsi luhur ini sangat vital bagi
kehidupan manusia dewasa akhir,dewasa tengah,dewasa muda dan teristimewa bagi
anak-anak. neurobehavior sangat berperan terhadap pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan mental pada manusia.
Keterkaitan
antara neurobehavior dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental dapat
digambarkan sebagai berikut:
- Pola tidur dan kualitas tidur
yang baik akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak anak (kecerdasan)
dan pertumbuhan fisik yang baik.
Suasana hati akan berpengaruh
terhadap kesiapan anak untuk menerima stimulus dari lingkungan dan memberikan
respon yang tepat terhadap stimulus tersebut (proses belajar).
- Stress pada anak akan
berpengaruh terhadap perkembangan mental anak. Jika anak mengalami stress, maka
kemampuan kognitif (kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan), kemampuan
afektif (kemampuan berhubungan dengan sesama manusia dan lingkungan) dan kemampuan
psikomotorik (kemampuan gerak) akan terganggu. Anak akan kesulitan untuk
menerima stimulus dan memberikan respon terhadap stimulus tersebut.
- Nafsu makan tentunya akan
mempengaruhi konsumsi makanan dan total asupan gizi anak. Jika asupan gizi
baik, maka pertumbuhan fisik dan mental akan baik pula.
Kesadaran
diri terkait dengan kemampuan anak untuk memahami konsep diri, lingkungan dan
hubungannya. Kesadaran diri lebih terkait dengan perkembangan mental anak.
Fungsi
neurobehavior ini diatur oleh hormon yang diproduksi dalam otak, yaitu hormon
Serotonin (5-Hydroxy-Typtamine). Hormon Serotonin diproduksi dari prekursornya,
yaitu asam amino Triptofan. Asam amino Triptofan merupakan asam amino esensial
yang tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan.
Sumber Triptofan terutama adalah makanan berprotein tinggi, terutama protein
hewani seperti daging, unggas, ikan, susu dan telur.
Rasio
Triptofan tertinggi terdapat di protein Alfa-Laktalbumin dibandingkan dengan
jenis protein lainnya (kasein, protein kedelai dan Beta-Laktoglobulin).
Alfa-Laktalbumin merupakan senyawa protein yang secara alami terdapat dalam
ASI. Penelitian yang dilakukan oleh Markus et.al (2002) dan Bork (2004)
menunjukkan bahwa Alfa-Laktalbumin dapat membantu produksi hormon Serotonin dan
membantu memperbaiki neurobehavior seperti pola tidur (kualitas tidur yang
lebih baik), mood, stress, nafsu makan dan kesadaran diri.
Selain
Triptofan, suasana hati juga dipengaruhi oleh vitamin B Kompleks. Kekurangan
Vitamin B Kompleks sering dicirikan dengan suasana hati yang kurang baik dan
tidak bersemangat. Vitamin B Kompleks sangat penting untuk kesehatan otak
karena Vitamin B Kompleks bertugas mengatur homosistein, asam amino yang secara
alami diproduksi oleh tubuh. Tingginya kadar homosistein dalam darah akan
menyebabkan peradangan, kerusakan pembuluh darah dan merusak sel otak. Selain
itu, tingginya kadar homosistein dalam darah juga akan mempengaruhi kecepatan
psikomotorik atau kemampuan tubuh untuk melakukan gerak, baik psikomotorik
kasar (berjalan, berlari, dsb) atau psikomotorik halus (menulis, membaca, dsb)
(Perlmutter 2004).
Alfa-Laktalbumin,
Triptofan dan Vitamin B Kompleks akan membantu membentuk neurobehavior yang
baik. Dengan neurobehavior yang baik serta pola pengasuhan dan pembelajaran
yang baik pula diharapkan akan membantu membentuk anak yang sehat, cerdas dan
memiliki mental yang baik.
Jika
seseorang mengalami gangguan Neurobehaviour maka akan mengganggu ”Performance
Skill” yang berhubungan dengan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS),
Produktifitas dan aktifitas ” Leisure”. Untuk mengatasi hal tersebut maka harus
dibutuhkan penanganan team medis yang terpadu. Team medis yang terlibat disini
ada dokter saraf, dokter anak, dokter spesialis rehabilitasi medis yang di
bantu oleh fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara dan ortotik protestik dan
psikolog.Jika penangannya dilakukan secara team maka hasil yang dicapai akan
maksimal sesuai kondisi seseorang yang mengalami gangguan neurobehaviour
seperti Gangguan hiperaktifitas,gangguan kosentrasi, autis, gangguan belajar
dan kondisi-kondisi lainnya.
Definisi
Stroke adalah suatu sindrom klinis yang
ditandai oleh kehilangan fungsi otak fokal akut (kadang global) yang
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (dini) , yang
disebabkan baik oleh perdarahan spontan kedalam atau meliputi jaringan otak
(perdarahan Intraserbral Spontan atau Perdarahan Subarachnoid- stroke
hemoragik) atau suplai darah yang tidak adekuatnya ke suatu bagian otak sebagai
akibat aliran darah yang rendah, trombosis, dan emboli yang berhubungan dengan
suatu penyakit pembuluh darah, jantung atau darah ( stroke iskemik atau infark
serebsri ).
Klasifikasi
Bentuk stroke beragam ada yang ringan ,
sedang, berat. Pada stroke ringan ada yang pulih sempurna gejalanya dalam waktu
kurang dari 24 jam yang disebut TIA ( Transient Ischemik Attack) yang berarti
serangan iskemik singkat. Adapula stroke ringan yang sembuh sempurna dalam
waktu lebih dari 24 jam dan kurang dari 3 minggu yang disebut dengan RIND (
Reversible Isckemik Neurologi Defisit)
Berdasarkan patofisiologinya stroke terdiri dari :
1. stroke
iskemik ( stroke non hemoragik)
-
Emboli
Proses terjadinya tiba- tiba. Sumber
emboli biasanya berasal dari arteri karotis atau vertebralis, akan tetapi juga
dapat berasal dari jantung dan sistem vaskular sistemik. Emboli yang kecil dan
dapat menerobos kapiler, maka lesi yang telah dihasilkan oleh gangguan tersebut
ialah iskemik serebri regional yang reversible.Tetapi apabila emboli yang
menyumbat pembuluh darah besar secara total, maka iskemik pada daerah tersebut
akan menjadi infark.
-
Trombus
Merupakan penyebab stroke yang paling
sering. Trombosis ditemukan pada 40 % dari semua kasus stroke. Biasanya ada
kaitannya dengan kerusakan total dinding pembuluh darh akibat aterosklerosis.
-
Berkurangnya suplai darah dan oksigen di suatu daerah di otak
Biasanya terjadi pada penyakit gagal
jantung , dimana pada penyakit ini jantung sudah tidak mampu memompakan
darahnya secara maksimal masuk ke dalam otak sehingga ada bagian yang hipoksia,
yang lama- kelamaan akan terjadi nekrosis dan terjadi infark.
2. stroke
hemoragik
-
Perdarahan intraserebral Spontan
Perdarahan serebral terjadi karena
pecahnya pembuluh darah otak di dalam parenkim otak. Pecahnya pembuluh darah
disebabkan kerusakan dinding akibat arteriosklerosis, peradangan, trauma,
kelainan kongenital ( malformasi ). Hal ini dipermudah bila terjadinya
peniggian tekanan darah secara tiba- tiba. Perdarahan intracerebral sering
timbul akibat pecahnya mikroaneurisma akibat hipertensi lama dan lokasi yang
sering terjadi adalah di daerah subkorteks, serebelum dan pons.
-
Perdarahan subarachnoid
Perdarahan terutama pada sirkulasi
Wilisi dan berasal dari aneurisma kongenital yang pecah. Biasanya terjadi pada
usia lebih muda. Perdarahan sering berulang dan menimbulkan vasospasme hebat.
Patofisiologi
1. Stoke
Iskemik (Stroke Non Hemorragik)
Tingkat krisis aliran darah otak 12- 23
ml/ 100 gr/menit, K meningkat , ATP dan kreatinin fosfat berkurang ( reversible
). Pengurangan aliran darah kurang dari 10- 12 ml/100gr/menit menyebabkan
infark. Bila aliran darah 6-8 ml/ 100 gr/ menit terjadi pengurangan ATP yang
nyata, peningkatan Ca intraseluler, dan asidosisseluler terjadi nekrosis, asam
lemak bebas merusak membran pospolipid dinding sel. Pada kondisi iskemik
parsial otak masih mampu bertahan hidup 6 jam atau lebih.
2. Stroke
Hemorragik
Darah yang keluar dari pembuluh darah
langsung masuk ke dalam jaringan otak membentuk suatu hematom atau menyebar
kedalam ventrikel atau ruangan subaraknoid. Hematom ini meyebabkan gangguan
fisik jaringan dan menekan sekeliling jaringan otak. Darah dalam ruangan
subaraknoid ( yang biasanya disebabkan oleh aneurisma) bisa menyebabkan iskemik
serebri melalui mekanisme konstriksi arteriosus willisi dan cabang utamanya
vasospasme.
Gambaran klinis umum
Otak merupakan organ tubuh yang ikut
berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh. Kegiatannya berupa bergerak, merasa,
berfikir berbicara, menulis, berhitung dan mendengar. Bila bagian – bagian dari
otak ini terganggu maka fungsinya tidak akan maksimal.
Keluhan umum pada stroke antara lain :
-
Berupa keluhan yang berlangsung mendadak
-
Adanya kekakuan , rasa berat, atau rasa kebas pada salah satu sisi tubuh atau pada
muka dan tangan.
-
Muka merot pada salah satu sisi
-
Bicara pelo atau sukar di mengerti
-
Buta atau penglihatannya kabur pada satu sisi atau kedua mata
-
Sulit menelan, bila minum dan makan sering keselek
-
Tidak mampu memahami bicara orang lain, tidak mampu menulis dan membaca, tidak mampu
memahami tulisan.
-
Jalan sempoyongan dan tidak seimbang
-
Pendengaran berkurang
-
Banyak tidur, gerakan tidak terkoordinasi, penurunan kesadaran
-
Sakit kepala hebat
Gejala fokal neurologis dan okular
1. Gejala motorik
- Hemiparesis
- Paraparesis
/ tetraparesis
-
Disfagia
-
Ataksia
2. Gangguan bicara atau
bahasa
-
Disfasia
-
Disleksia
-
Disgrafia
-
Diskalkulia
-
Disartria
3. Gejala sensoris
- Somatosensoris, gangguan
hemisensoris
- Visual, hemianopia, kebutaan
bilateral, diplopia
4. Gejala vestibular
- vertigo
5. Gejala kognitif dan tingkah laku
- Kesulitan berpakaian, menyisir
rambut, disorientasi tempat, amnesia
Penatalaksanaan
Pengobatan pada pasien Stroke Non Haemoragik dapat
dibedakan :
1. Fase
akut ( Hari ke - 0 s/d 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan : Menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati (daerah penumbra) dan agar proses patologik lainny tidak mengancam
fungsi otak. Obat-obatan yang digunakan harus menjamin perfusi darah ke otak
tetap cukup.
- Respirasi : Jalan nafas harus bersih dan bebas
hambatan
- Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau
denag EKG
- Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat
optimal, dipantau jangan
sampai menurunkan perfusi otak.
- Bila gawat atau koma : Balans cairan, kadar
elektrolit dan keseimbangan
asam basa darah harus dipantau.
Penggunaan obat-obatan untuk memulihkan aliran darah
dan metabolisme otak yang menderita :
a.) Anti Oedem Otak
- Gliserol 10% per infis 1 gram/KgBB/6 jam
- Kortikosteroid : Deksametason bolus 10-20 mg IV,
diikuti 4-5 mg/ 6 jam
selama beberapa hari, lalu diturunkan pelan-pelan dan
dihentikan setelah fase
akut berlalu.
b.) Anti Agregasi Trombosit
Yang
umum dipakai adalah asam asetil salisilat seperti aspirin, aspilet, dll dengan
dosis 80-300 mg/hari.
c.) Anti Koagulansia, misalnya Heparin
d.) Lain-lain
-
Trombosilin (Trombokinase) masih dalam uji coba
-
Obat baru seperti Pentoksifilin, Sitikolin, Kodergrokin-mesilat, pirasetam dan
akhir-akhir ini kalsium Entry Bloker selektif yang telah digunakan dan masih
terus dalam penelitian.
2. Fase Pasca Akut
Setelah
fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan pada tindakan
rehabilitasi penderita dan pencegahan terulangnya stroke.
a).
Rehabilitasi
GPDO
merupakan penyebab utama kecacatan pada manusia usia diatas 45 tahun, maka yang
paling penting pada masa kini adalah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan
penderita, fisik dan mental dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi.
b). Terapi Preventif
Tujuannya
mencegah terulangnya serangan baru stroke dengan mengobati dan menghindari
faktor-faktor resiko stroke seperti: pengobatan hipertensi, mengontrol DM,
menghindari rokok, obesitas, stress dan olahraga teratur.
Tujuan
terapi pada fase akut adalah mencegah agar stroke tidak berlanjut atau
berulang, mencegah upaya agar cacat dapat dibatasi, mencegah terjadinya
komplikasi, mencari penyakit lain yang dapat mempengaruhi perjalanan stroke,
membantu pemulihan penderita, mencegah terjadinya kematian.
1. Umum
-
Posisi kepala dan badan atas 30 derajat ,posisi lateral dekubitus kiri bila
disertai muntah boleh dimulai mobilisasi bertahap bila
hemodinamik stabil.
-
Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan oksigen
1-2 l /menit sampai ada hasil gas darah.
-
Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi
intermiten.
-
Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus ( lihat pedoman
dibawah ).
-
Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
-
Suhu tubuh harus dipertahankan normal.
-
Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik,
bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaraan menurun,
dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
-
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan.
-
Pemberian cairan intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang
mengandung glukosa murni atau hipotonik.
-
Bila ada dugaan trombosis vena dalam diberikan heparin/ heparinoid, dosis
rendah subkutan, bila tidak ada kontraindikasi.
-
Mobilisasi dan rehabilitasi dini bila tidak ada kontraindikasi.
2.
Penatalaksanaan komplikasi
-
Kejang diatasi segera dengan diazepam
-
Ulkus stress diatasi dengan antagonis H2
-
Tekanan intrakranial yang meninggi pada kasus stroke :
Manitol, gliserol, furosemid
3. Penatalaksanaan spesifik
- stroke iskemik :
trombolitik, antikoagulansia, antiagregasi tombosis,obat untuk edema otak,
neuroprotektor.
- stroke hemoragik :
paling penting disini adalah mengatasi penyebabnya dan segera turunkan tekanan
darah untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang, penderita harus istirahat
total minimal 4 minggu agar penyembuhan luka pada pembuluh darahnya lebih baik.
Tekanan intrakranial diturunkan, Mencegah perdarahan ulang dengan memberikan
golongan antifibrinolitik ( asam traneksamat), Untuk mencegah spasme arteri (
nimodipin) kalau perlu dilakukan tindakan operasi
4. Rehabilitasi
- menjaga atau menigkatkan kemampuan jasmani,
rohani, sosial.
- fisioterapi, tes ocupasi, latihan berjalan.
Pemeriksaan penunjang
Lab;
darah lengkap, hitung jenis, urine lengkap, asam urat, elektrolit, analisa gas
darah, APTT , HDL ,LDL ,Kolesterol, Trigliserida. Ct-scan
Rongent toraks, EKG
Faktor resiko stroke
A. Tidak dapat dimodifikasi
Tidak dapat di rubah dan dapat dipakai
sebagai marker stroke pada seseorang
- Usia
, biasanya stroke diderita seseorang diatas dekade 4 dan 5.
- Jenis
kelamin, laki- laki lebih banyak menderita stroke
dibandingkan perempuan.
- Herediter,
stroke mempunyai pengaruh dari riwayat keluarga. Bila dalam satu keluarga ada
yang menderita stroke, maka kemungkinan anggota keluarga yang lain ada yang
menderita stroke bila ada faktor lain yang mencetuskannya.
-
Ras/ etnik, biasanya stroke diderita oleh orang yang berasal dari daerah yang
mempunyai kebiasaan menggunakan santan dan senang makanan asin dan senang makan
jeroan.
B. Dapat dimodifikasi
-
Hipertensi
Merupakan faktor resiko yang kuat untuk
terjadinya stroke. Baik sistole yang tinggi maupun tekanan diastole yang
tinggi. Mereka yang belum mendapatkan stroke, maupun yang sudah mengalami
stroke harus mengendalikan hipertensinya dengan baik.
Dalam menanggulangi hipertensi harus
diupayakan juga tindakan non farmakologis. Kita menyadari bahwa hipertensi
umumnya penyakit seumur hidup. Makin tinggihipertensi kita, makin besar
kemungkinan membutuhkan obat anti hipertensi seumur hidup. Sebagaimana lazimnya
dengan terapi obat,kita harus mewaspadai efek samping yang terjadi.
Rekomendasi ;
Mengupayakan
tekanan darah sistolik < 140 mmHg dan diastole < 90 mmHg Modifikasi gaya hidup; kontrol berat badan, aktifitas fisik, hindari minum alkohol, diet mengadung rendah garam ( 100mmol/ hari )
Bila setelah modifikasi dan merubah gaya hidup tekanan darahnya masih tetap tinggi , maka di perlukan obat anti hipertensi.
- Diabetes melitus
Merupakan faktor yang kurang kuat dibandingkan dengan
hipertensi. Diabetes merupakan keadaan hiperglikemia yang kronis. Disebabkan
oleh berbagai faktor lingkungan dan faktor genetik.
Pengatur utama kadar gula dalam darah adalah insulin,
hormon dibentuk dan disekresikan oleh sel beta di pankreas. Hiperglikemia dapat
terjadi karena ketidakseimbangan metabolisme kharbohidrat, lemak, dan protein.
Kadar glukosa dalam plasma darah yang melebihi 200 mg %
adalah dignosis untuk diabetes melitus. Diduga bahwa mempercepat terjadinya
aterosklerosis. Pada penderita diabetes biasanya dijumpai aterosklerosis yang
lebih berat, lebih tersebar, dan mulai lebih dini.
Pada penderita yang diabetesnya di dapat mulai usia
tengah baya -maka biasanya merupakan non insulin dependen.pada jenis ini
didapat defisiensi insulin yang relatif.
Tujuan pengobatan diadetes melitus ;
Memulihkan kesehatan,
kekuatan, dan enersi. Memperoleh dan
mempertahankan berat badan yang normal. Mengusahakan keadaan
normoglikemia, tanpa adanya keadaan hipoglikemia. Mencegah terjadinya
komplikasi
Rekomendasi ;
Mengontrol dan mengendalikan
kadar gula darah dengan cara diet, olahraga yang teratur. Terapautik ; obat
hipoglikemia oral (sulfonilurea, biguanid, insulin ). Mengobati hipertensi jika ada
-
Kelainan jantung
Beberapa penyakit jantun dapat meningkatkan
kemungkinan mendapatkan stroke. Gagal jantung kongestif da penyakit jantung
koroner mempunyai peranan penting dalam terjadinya stroke. Resiko mendapatkan
stroke lebih besar pada orang yang memiliki kelainan di agmbaran EKG.
The European Stroke Initiative mengemukakan bahwa
pengobatan jangka panjang dengan antikoagulan oral harus dipertimbangkan pada
semua pasien dengan fibrilasi atrium.
Karakteristik pasien
|
rekomendasi
|
Usia < 65th tanpa faktor resiko
Usia <65th dengan faktor resiko
Usia 65- 75th tanpa faktor resiko
Usia 65- 75 th dengan faktor resiko
Usia > 75 th dengan atau tanpa faktor
resiko
|
Aspirin
Warfarin
( INR 2,5 range 2,0-30)
Aspirin
atau warfarin
Warfarin
( INR 2,5 range 2,0-3,0)
Warfarin
( INR 2,5 range 2,0-3,0)
|
- Aterosklerosis
Kata ini dapat digunakan bagi sekelompok kelainan yang
mengakibatkan menebalnya serta mengurangnya kelenturan ( elastisitas) dinding
pembuluh darah. Ada tiga jenis ateroslerosis, yaitu ; aterosklerosis ( ditandai
dengan pembentukan plaque intima ), sklerosis ( ditandai oleh pengapuran pada
tunika media pembuluh darah ) dan arteriosklerosis ( ditandai oleh proliferasi
fibromuskular atau penebalan endotel dinding arteri berukuran kecil dan
arteriol ).
Beberapa fakta tentang aterosklerosis
Prosesnya sudah
terjadi sejak usia yang sangat muda. Bertambah berat
dengan bertambahnya usia. Terdapat variasi
luas daripada beratnya aterosklerosis. Secara umum dapat
dikatakan bahwa perempuan lebih sedikit menderita aterosklerosis
dibanding laki- laki. Didapatkan
hubungan antara beratnya aterosklerosis dengan tingginya kadar lipid dalam
darah, terutama kolesterol, trigliserida, dan beta lipo protein
Manifestasi klinis aterosklerosis, kerusakannya melalui mekanisme;
Lumen
arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah. Oklusi
mendadak pembuluh darah karena adanya trombosis atau perdarahan aterom. Merupakan
tempaat terbentuknya trombus dan dapat melepaskan kepingan trombus. Menyebabkan
dinding arteri menjadi lemah dan menjadi aneurisma yang kemudian robek dan
terjadi perdarahan
-
TIA ( transcient Isckemik Attack)
Seseorang yang telah mengalami TIA, kemungkinan besar
dapat menderita stroke yang lebih berat, jika penyakitnya tersebut tidak di
tanggulangi dengan terapi yang tepat dan didukung adanya faktor resiko yang
lain.
-
Dislipidemia
Karakteristik
|
rekomendasi
|
Evaluasi awal ( tdk ada PJK )
CT<200mg% & HDL > 35mg %
CT<200mg% & HDL <35mg%
CT200-239mg% & HDL >35mg%
Dengan < 2 faktor PJK
CT200-239mg% & HDL< 35mg%
< 2 faktor PJK
CT> 24mg%
|
Ulagi pemeriksaan CT dan HDL dalam 5 tahun atau dengan
pemeriksaan fisik.
Analisis lipoprotein
Modifikasi diet,evaluasi ulang 1-2 tahun
Analisa lipoprotein
Analisa lipoprotein
|
REHABILITASI
PASIEN STROKE
Pendahuluan
Rehabilitasi adalah suatu proses dinamik yang membantu
seseorang mencapai potensi fisik, emosional, psikososial dan vokasional untuk
mempertahankan harga diri dan kualitas hidup yang setinggi mungkin. Tujuan utam
rhabilitasi adalah memperbaiki fungsi, mendorong kemandirian dan kepuasan
hidup, serta memelihara kepercayaan diri. Agar efektif, rehabilitasi harus
menjadi suatu filosofi asuhan dan bagian integral pemberian asuhan kesehatan.
Rehabilitasi mengartikan suatu kesinambungan restorasi fungsional. Padasituasi
tertentu pemulihan lengkap dimungkinkan. Akan tetapi bila pemulihan lengkap
dari fungsi tidak dimungkinkan dan terjadi kecacatan permanent maka pasien
harus dibantu untuk menerima, menyesuaikan dan berkompensasi terhadap
kekurangan yang ada serta mencapai tingkat fungsi yang optimal. Untuk penyakit
kronis tanpa penyembuhan, suatu program rehabilitasi dapat mengoptimalkan
kualitas hidup melalui promosi kesehatan, mengatasi gejala, mencegah komplikasi
dan edukasi pasien untuk mendorong kemandirian selama mungkin.
Program
Rehabilitasi Medik Pada Stroke
Secara
umum Program Rehabilitasi Medik pada pasien stroke dibagi dalam 3tahap, yaitu:
I. Tahap 1: Stadium Akut
Pada stadium ini pasien masih dalam kondisi medis belum
stabil. Kesadaran pasien bervariasi dari kompos mentis sampai koma. Umumnya
terdapat gangguan motorik dalam bentuk kelemahan satu sisi anggota gerak
disertai gangguan lainnya, seperti gagguan bicara, gangguan berbahasa, gangguan
menelan, dan sebagainya.
Pada
kondisi ini rehabilitasi medik preventive menjadi inti aktifitas,artinya
dilakukan upaya agar tidak terjadi komplikasi akibat penyakit utama atau akibat
imobilisasi yang dilakukan pasien.
II. Tahap 2 : Stadium Pemulihan Neurologis
Pada keadaan ini pasien telah stabil. Pemulihan neurologist
ditandai dengan adanya peningkatan kekuatan otot, refleks dan tonus otot
yangsemula hilang mulai muncul bahkan timbul spastisitas. Upaya rehabilitasi
medik pada stadium ini adalah untuk mengendalikan dan mengontrol agar timbulnya
refleks ataupun tonus otot tidak berlebihan agar tidak mengganggu pemulihan
fungsi dikemudian hari. Sebaliknya , pada otot yang tonusnya kurang, perlu
mendapat stimulasi dan fasilitasi. Keseimbangan antara otot agonis dan
antagonis harus dipertahankan.
III. Tahap 3 : Stadium pemulihan Fungsional
Stadium ini bertumpang tindih dengan stadium pemulihan
neurologis. Titik berat program rehabilitasi pada stadium ini terletak
padamelatih gerakan fungsional yang bertujuan. Dimulai dari gerakan volunteer
yang sudah ada. Latihan bertahap dan intervensi untuk merawat diri sampai aktif
dalam kegiatan sehari-hari seoptimal mngkin, sejalan dengan pemulihan
neurologist yang terjadi. Suatu saat dicapai kondisi yang memungkinkan pasien
tidak perlu dirawat inap,tetapi melanjutkan program rehabilitasi sebagai pasien
rawat jalan. Fse ini dapat berlangsung lama,sampai mencapai tujuan yang
ditetapkan. Sejak awal, perawatan dengn wawasan rehabilitasi medis mulai
diterapkan. Meyakinkan pasien agar mulai aktif berpartisipasi bersamaan dengan
kondisi medis yang membaik, merupakan pemicu motivasi yang positif.
Beberapa
hal yang dapat dilakukan adalah :
Perubahan
posisi berbaring setiap 1-2 jam untuk mencegah kerusakan kulit, terutama pada
area kulit yang mendapat tekanan. Posisikan pasien pada posisi anti
kontraktor, terutama pada area parese. Kenali dengan baik dan cegah
kecendrungan terjadinya pola kontraktur pada pasien stroke, yaitu kontraktur
fleksi pada jari – jari area pergelagan tangan, pada siku dan pada bahu
disertai spastisitas tungkai. Latihan lingkup gerak sendi dilakukan
secara hati – hati dan benar. Lathan ini disertai sedikit peregangan otot akan
mencegah kontraktur sendi dan menstimulasi redukasi otot. Bila kondisi medis cukup stabil,
lanjutkan dengan mobilisasi lanjut. Biasanya fase ini sudah dapat dilakukan 24
– 48 jam pasca stroke. Perkenalkan cara transfer kepda
pasien dan keluarganya. Lakukan aktifitas transfer (berubah posisi berpindah
tempat) dengan cara hemat energi dan memanfaatkan gerak otot sendi secara
efesien.
Pasien
diajak untuk aktif berperan serta untuk kegiatan yang bertujuan, misalnya
kebersihan diri, berkomunikas, berinteraksi dengan staff medis/perawat serta
pasien lain.
Manfaat
Mobilisasi
Mencegah deep vein thrombosis,
dekubitus, kontraktur, konstipasi, dan pneumonia. Memperbaiki toleransi orthostatic
Secara cepat terjadi pengembalian fungsi mental, motorik dan kemampuan untuk aktifitas sehari – hari.
Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan pasien dan keluarga terhadap proses pemulihan
Mobilisasi
segera ditunda bila terjadi :
- Keadaan dan atau Stroke berat
- Gejala / tanda neurologist yang
memburuk
- Perdarahan sub-Arachnoid atau intra
serebral
- Hipotensi orthostatic
- Miocardial infark akut
- Deep vein Thrombosis akut,sampai dapat
teratasi
Rehabilitasi
Medik Pada Stroke :
Fase
Awal
Pada
fase ini keadaan pasien mungkin masih lemah. Dengan kesdaran yang rendah dan
belum dapat berpartispasi secara aktif selama pengobatan. Pada fase ini yang
utama adalah mencegah akibat yang timbul dari tirah baring yang lama dengan cra
merubah posisi pasien setiap 2 jam disiang hari dan setiap 4 jam di malam hari.
Ada
3 posisi yang dianjurkan :
1. Posisi dimana pasien berbaring terlentang –
pada bagian yang lumpuh disangga dengan bantal.
2. Posisi dimana pasien berbaring pada
posisi yang lumpuh – dengan posisi lengan yang lumpuh membentuk sudut 90o
dari badan. Lengan yang sehat diletakkan diatas badan/bantal, tungkai dan kaki
yang sehat dalam posisi melangkah, diganjal bantal, pergelangan paha dan lutut
agak ditekuk.
3. Posisi dimana pasien berbaring pada sisi yang
sehat dengan posisi lengan dan tangan yang lumpuh diatas bantal dan membentuk
sudut rentang sekitar 100o dari badan, tungkai yang lumpuh –
pergelangan paha dan lutut agak ditekuk. Tungkai dan kaki diganjal dengan
bantal.
Selain itu, pada fase ini pasien juga dilatih gerak pasif
untuk mencegah konraktur dan kekakuan. Pada fase ini juga dilakukan pencegahan
timbulnya infeksi saluran kemih. Pada pasien dengan inkontinensia urine dan
kelemahan otot sfingter sebaiknya dipasang kondom kateter pada laki – laki dan
pada pada pasien wanita digunakan indwelling catheter. Kondom kateter ini
diganti setiap hari , sedangkan indwelling kateter diganti setiap minggu. Jika
terjadi retensio urine, maka dilakukan metode intermitten kateter sebanyak 4
kali dalam sehari. Jika pasien dirawat, maka dilakukan kultur urine setiap
minggunya.
Pada kasus konstipasi, maka pasien dianjurkan untuk
mengkonsumsi diet tinggi serat dan makanan lunak. Jika tidak berhasil,maka baru
gunakan obat pencahar. Pada fase ini juga diperhatikan kelabilan emosi pasien,
sehingga hal tersebut tidak mengganggu proses rehabilitasi.
Penggunaan
elastic stocking juga dianjurkan untuk mencega terjadinya trombosiss vena –
vena profunda dan ekstremitas inferior selama aktivitas ambulasi. Pada fase ini
juga dilakukan evaluasi terhadap gangguan komunikasi dan yang tidak kalah
pentingnya adalah speech therapy pada pasien – pasien dengan afasia atau
disartria seperti pada kasus ini.
Fase Lanjut
Pada
fse ini partisipasi pasien sangat besar dal setiap latihan. Fase ini diawali
dengan latihan motorik berupa turning,rolling,sitting,kneeling. Latihan ini
harus berdasar pada:
1. Aktivitas dilakukan pada sisi yang terkena.
2. Pasien harus diposisikan pada posisi yang mencegah
timbulnya spatisitas.
3. Latihan aktif dan pasif pada sisi yang lumpuh
sebaiknya dimulai sejak fase awal dan
berlanjut hingga fase lanjut.
4. Gerakan dimulai dari anggota geraktubuh terutam
daerah sendi panggul dan sendi bahu.
5. Jaga keseimbangan.
Selanjutnya
dapat dilakukan Gait training (latihan berjalan) dengan tahapan :
1. Pasien
belajar dengan berpegangan pada pararel bar atau penunjang lain saat berjalan.
2.
Bila keseimbangan mulai nyata, penderita belajar memindahkan beban penuh pada
ekstremitas yang lebih sakit.
3. Pasien
mulai melakukan gerakan jalan ditempat (Gaid drilld) dengan berdiri ditempat dan bergantian memindahkan berat
badan pada kedua tungkai.
4. Setelah
jalan ditempat dengan keseimbangan mantap, pasien mulai jalan maju di pararel
bar untuk membantu pola respirokal yang baik.
5.
Mulai memakai tongkat kaki empat yanglebih stabil.
6. Akhirnya
memakai tongkat biasa.
7. Belajar
menaiki tangga dan ramp (tanjakan)
Kontraktur sendi mengganggu fungsi sehingga segala upaya
harus dilakukan sejak hari pertama serangan stroke untuk mencegah terjadinya
kontraktur. Tindakan pencegahan termasuk :
Teknik
pengaturan letak
Gerakan
Pasif semua sendi, dilakukan 2x sehari
Bila
memungkinkan, pasien diajarkan melakukan latihan gerak sendi sendiri setelah
fungsi motorik cukup pulih
Latihan
dilanjutkan secara permanent baik aktif maupun pasif setiap hari.
Bila terjadi kontraktur harus dilakukantindakan koreksi,
terutama kontraktur pda panggul, lutut, dan kaki yang menambah kesulitan
ambulasi. Modalitas terapi yang paling sering dan sederhana adalah peregangan
pasif selama 20 menit dan diawali dari pemanasan dari ultrasound, diatermi
untuk meningkatkan elastisitas jaringan ikat. Apabila kontraktur menetap,dapat
dicoba aplikasi serialcost yang dirubah tiap 3 – 4 hari hingga gerakan sendi
bertambah mencapai maksimum. Apabila setelah beberapa minggu serialcost tidak
berhasil, pembedahan merupakan indikasi.
DAFTAR
PUSTAKA
PERDOSSI : Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di
Indonesia. Hal 3-7
Prof.
DR. Mahar Mardjono & Prof. DR. Priguna Sidharta : Neurologi Klinis Dasar,
Edisi VI, 1994, Hal 270 – 290.
Mary
Carter Lombardo : Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses Penyakit, Edisi
4, 1995, Hal 964 – 972.
Dr.
Siti Amnisa Nuhonni, SpRM, Simposium Penatalaksanaan Stroke Masa Kini, 101, Bandar Lampung,2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar