Jumat, 23 Oktober 2015

Sistem Imun Hematologi dalam kasus “Anemia”



Sistem Imun Hematologi 

Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani haima artinya darah .

    Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistemendokrin juga diedarkan melalui darah. 



   Sistem Imun (bhs Inggris : Immune system) ad/ sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing/serangan organisme termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. 
      Sistem Imun juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain
spt yang terjadi pada autoimunitas dan melawan sel yg teraberasi menjadi tumor. 
     Sistem Kekebalan/imun ad/ sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan
oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme.
     Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap
infeksi bakteri dan virus serta menghancurkan sel kanker dan zat asing dalam tubuh.  

 

2. Fungsi Sistem Imun

a. Getah bening : berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang perjalanan limpatik, terkumpul dalam situs tertentu spt leher, axillae, selangkangan.
b. Sumsum : semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum tulang. Sumsum tulang ad/ tempat asal sel darah merah, sel darah putih (limfosit dan makrofag) dan platelet.
c. Timus : dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami proses pematangan sebelum lepas ke dalam sirkulasi. Proses ini memungkinkan sel T untuk mengembangkan atribut penting yg dikenal sebagai toleransi diri.
        d. Mukosa jaringan limfoid terkait : di samping jaringan limfoid berkonsentrasi dalam kelenjar getah bening dan limpa, jar limfoid juga ditemukan di temmpat lain spt saluran cerna, sal pernafasan dan salurogenital. 





3. Mekanisme Pertahanan non Spesifik

Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga respons imun alamiah. Yang merupakan mekanisme pertahanan non spesifik tubuhkita adalah kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, serta kelenjar lain dengan enzimnya seperti kelenjar air mata
Demikian pula sel fagosit (sel makrofag, monosit,polimorfonuklear) dan komplemen merupakan komponen mekanisme pertahanan non spesifik.








Mekanisme Pertahanan Spesifik
            Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasiinvasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akanterangsang. Mekanisme pertahanan spesifik adalahmekanisme pertahanan yang diperankan oleh sellimfosit, dengan atau tanpa bantuan komponen sistemimun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen.Dilihat dari caranya diperoleh maka mekanismepertahanan spesifik disebut juga respons imun didapat.
Mekanisme Pertahanan Spesifik (Imunitas Humoral dan Selular )
            Imunitas humoral adalah imunitas yang diperankan oleh sel limfosit B dengan atautanpa bantuan sel imunokompeten lainnya.Tugas sel B akan dilaksanakan olehimunoglobulin yang disekresi oleh selplasma. Terdapat lima kelas imunoglobulinyang kita kenal, yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, danIgE. Imunitas selular didefinisikan sebagai suaturespons imun terhadap antigen yangdiperankan oleh limfosit T dengan atau tanpabantuan komponen sistem imun lainnya. 












4. Pembagian Immunglobulin
Antibodi A  (bahasa Inggris:I mmunoglobulin A,I gA) adalah antibodi yang memainkan peran penting dalam imunitas mukosis (en:mucosal immune). IgA banyak ditemukan pada bagian sekresi tubuh (liur, mukus, air mata, kolostrum dan susu ) sebagai sIgA (en:secretory IgA) dalam perlindungan permukaan organ tubuh yang terpapar dengan mencegah penempelan bakteri dan virus ke membran mukosa. Kontribusi fragmen konstan sIgA dengan ikatan komponen mukusmemungkinkan pengikatan mikroba.

Antibodi D (bahasa Inggris : Immunoglobulin D, IgD) adalah sebuah monomer dengan fragmen yang dapat mengikat  2epitop. IgD ditemukan pada permukaan pencerap sel bersama dengan IgM atau sIga, tempat IgD dapatmengendalikan aktivasi dan supresi sel B. IgD berperan dalam mengendalikan produksi autoantibodi sel B. Rasio serum IgD hanya sekitar 0,2%.
Antibodi E (bahasa Inggris: antibody E, immunoglobulin E,IgE ) adalah jenis antibodi yang hanya dapat ditemukan pada mamalia. IgE memiliki peran yang besar pada alergi terutama pada hipersensitivitas tipe 1. IgE juga tersirat dalam sistem kekebalan yang merespon cacing parasit (helminth)seperti Schistosoma mansoni, Trichinella spiralis, dan Fasciola hepatica, serta terhadap parasit protozoa tertentu seperti Plasmodium falciparum, dan artropoda.

Antibodi G (bahasa Inggris:Immunoglobulin G,IgG) adalah antibodi monomeris yang terbentuk dari dua rantai berat dan rantai ringan, yang saling mengikat dengan ikatan disulfida dan mempunyai dua fragmen antigen-binding. Populasi IgG paling tinggi dalam tubuh dan terdistribusi cukup merata di dalam darah dan cairan tubuh dengan rasio serum sekitar 75% pada manusia dan waktu paruh 7 hingga 23 hari bergantung pada sub-tipe.
Antibodi M (bahasa Inggris: Immunoglobulin M, IgM, macroglobulin) adalah antibodi dasar yang berada pada plasma B. Dengan rasio serum 13%, IgM merupakan antibodi dengan ukuran paling besar, berbentuk pentameris 10 area epitop pengikat, dan teredar segera setelah tubuh terpapar antigen sebagai respon imunitas awal (en:primarimmuneresponse)pada rentang waktu paruh sekitar 5 hari. Bentu kmonomeris dari IgM dapat ditemukan pada permukaan limfosit-B dan reseptor sel-B. IgM adalah antibodi pertama yang tercetus pada 20 minggu pertama masa janin kehidupan seorang manusia dan berkembang secara fitogenetik (en:phylogenetic). Fragmen konstan IgM adalah bagian yang menggerakkan lintasan komplemen klasik. 
 
Definisi
      Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah. (Ngastiyah, 1997)

Etiologi
Penyebab anemia antara lain :
1. Perdarahan
2. Kekurangan gizi seperti : zat besi, vitamin B12, dan asam folat. (Barbara C. Long,   1996 )
3. Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, abses paru, bronkiektasis, empiema, dll.
4. Kelainan darah
5. Ketidaksanggupan sum-sum tulang membentuk sel-sel darah. (Arif Mansjoer, 2001)

Klasifikasi
Secara patofisiologi anemia terdiri dari :
1. Penurunan produksi : anemia defisiensi, anemia aplastik.
2. Peningkatan penghancuran : anemia karena perdarahan, anemia hemolitik.
Secara umum anemia dikelompokan menjadi :
1. Anemia mikrositik hipokrom
a. Anemia defisiensi besi
           Untuk membuat sel darah merah diperlukan zat besi (Fe). Kebutuhan Fe sekitar 20 mg/hari, dan hanya kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 mg, kira-kira 50 mg/kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB pada wanita. Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di Indonesia banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang (ankilostomiasis), inipun tidak akan menyebabkan anemia bila tidak disertai malnutrisi. Anemia jenis ini dapat pula disebabkan karena :
     Diet yang tidak mencukupi
     Absorpsi yang menurun
     Kebutuhan yang meningkat pada wanita hamil dan menyusui
     Perdarahan pada saluran cerna, menstruasi, donor darah
     Hemoglobinuria
     Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.
b. Anemia penyakit kronik
   Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial siderosis.Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, paru ( abses, empiema, dll ).

2. Anemia makrositik
a. Anemia Pernisiosa
    Anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik karena gangguan absorsi yang merupakan penyakit herediter autoimun maupun faktor ekstrinsik karena kekurangan asupan vitamin B12.
b. Anemia defisiensi asam folat
    Anemia ini umumnya berhubungan dengan malnutrisi, namun penurunan absorpsi asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Asam folat terdapat dalam daging, susu, dan daun – daun yang hijau.

3. Anemia karena perdarahan
a. Perdarahan akut
          Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan kronik
         Pengeluaran darah biasanya sedikit – sedikit sehingga tidak diketahui pasien. Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan saluran cerna, dan epistaksis.

4. Anemia hemolitik
        Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.

5. Anemia aplastik
     Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah. Penyebabnya bisa kongenital, idiopatik, kemoterapi, radioterapi, toksin, dll.

D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala umum yang sering dijumpai pada pasien anemia antara lain : pucat, lemah, cepat lelah, keringat dingin, takikardi, hypotensi, palpitasi. (Barbara C. Long, 1996). Takipnea (saat latihan fisik), perubahan kulit dan mukosa (pada anemia defisiensi Fe). Anorexia, diare, ikterik sering dijumpai pada pasien anemia pernisiosa (Arif Mansjoer, 2001)

E. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemui :
1. Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12 – 14 g/dl )
2. Kadar Ht menurun ( normal 37% – 41% )
3. Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
4. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
5. Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak ( pada anemia aplastik )

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN.
1. Aktifitas / Istirahat
• Keletihan, kelemahan, malaise umum.
• Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja
• Toleransi terhadap latihan rendah.
• Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak

2. Sirkulasi
• Riwayat kehilangan darah kronis,
• Riwayat endokarditis infektif kronis.
• Palpitasi.

3. Integritas ego
• Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya: penolakan tranfusi darah.

4. Eliminasi
• Riwayat pielonenepritis, gagal ginjal.
• Flatulen, sindrom malabsobsi.
• Hematemesi, melana.
• Diare atau konstipasi

5. Makanan / cairan
• Nafsu makan menurun
• Mual/ muntah
• Berat badan menurun

6. Nyeri / kenyamanan
• Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala.

7. Pernapasan
• Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas

8. Seksualitas
• Perubahan menstuasi misalnya menoragia, amenore
• Menurunnya fungsi seksual
• Impotent


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen / nutrisi ke sel.
• Ditandai dengan:
 Palpitasi, kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh, ekstremitas dingin perubahan tekanan darah, pengisian kapiler lambat ketidakmampuan berkonsentrasi, disorientasi
• Tujuan : menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat

2. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
• Ditandai dengan:
  Kelemahan dan kelelahan
 Mengeluh penurunan aktifitas /latihan
 Lebih banyak memerlukan istirahat /tidur
 Palpitasi,takikardi, peningkatan tekanan darah,
• Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, absorbsi makanan.
• Ditandai dengan:
 Penurunan berat badan normal
 Penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut.
 Nafsu makan menurun, mual
 Kehilangan tonus otot
• Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi yang dikuti dengan peningkatan berat badan.

4. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan , efek samping penggunaan obat
• Ditandai dengan :
 Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik, dan jumlah feses
 Mual, muntah, penurunan nafsu makan
 Nyeri abdomen
 Ganguan peristaltik
• Tujuan: pola eliminasi normal sesuai dengan fungsinya

5. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan pertahanan skunder yang tidak adekuat.
• Ditandai dengan tidak dapat diterapkan adanya tanda-tanda dan gejala- gejala yang membuat diagnosa actual
• Tujuan: terjadi penurunan resiko infeksi


C. INTERVENSI

• Diagnosa 1
1. Kaji tanda-tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dasar kuku
2. Beri posisi semi fowler
3. Kaji nyeri dan adanya palpitasi
4. Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh pasien
5. Hindari penggunaan penghangat atau air panas
Kolaborasi:
1. Monitor pemeriksaan laboratorium misal Hb/Ht dan jumlah SDM
2. Berikan SDM darah lengkap /pocket
3. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi
• Diagnosa 2
1 Kaji kemampuan aktifitas pasien
2 Kaji tanda-tanda vital saat melakukan aktifitas
3. Bantu kebutuhan aktifitas pasien jika diperlukan
4. Anjurkan kepada pasien untuk menghentikan aktifitas jika terjadi palpitasi
5 Gunakan tehnik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk.
• Diagnosa 3.
1 Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
2 Observasi dan catat masukan makanan pasien
3. Timbang berat badan tiap hari
4 Berikan makanan sedikit dan frekuensi yang sering
5 Observasi mual, muntah , flatus dan gejala lain yang berhubungan
6. Bantu dan berikan hygiene mulut yang baik
Kolaborasi:
1. Konsul pada ahli gizi
2. Berikan obat sesuai dengan indikasi misalnya: vitamin dan mineral suplemen.
3. Berikan suplemen nutrisi
• Diagnosa 4
1. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
2. Kaji bunyi usus
3. Beri cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung
4. Hindari makan yang berbentuk gas
5. Kaji kondisi kulit perianal
Kolaborasi
1. Konsul ahli gizi untuk pemberian diit seimbang
2. Beri laksatif
3. Beri obat anti diare
• Diagnosa 5.
1. Tingkatkan cuci tangan dengan baik
2. Pertahan kan tehnik aseptik ketat pada setiap tindakan
3. Bantu perawatan kulit perianal dan oral dengan cermat
4. Batasi pengunjung
Kolaborasi
1. Ambil spesemen untuk kultur
2. Berikan antiseptic topikak, antibiotic sistemik

DAFTAR PUSTAKA
Manjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FK UI : Media Aeskulatius
Haznan. 1987. Compadium Diagnostic dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam. Bandung : Ganesa.
Ngastiyah. 2001. Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn, dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Long, Barbara C.1996. Perawatan Medikal Bedah ( Suatu Pendekatan Proses Keperawatan ). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar